Ini adalah tulisan saya sekitar 11 tahun yang lalu sewaktu
kuliah S1. Sebenarnya Tektonik Lempeng sudah diajarkan sebagai bahan
mata pelajaran Geografi saat SMA, tapi karena dulu format pelajarannya
hanya menghafal, jadinya masih merasa nggak menarik. Tapi saya kemudian
sangat terkagum saat mengikuti mata kuliah Geologi Dinamis yang
diajarkan oleh seorang dosen dengan gamblang dan akhirnya merangkumnya
dalam tulisan berikut ini.
—
Tektonik Lempeng
Anggapan lama pernah ada pada abad-abad yang lampau bahwa bumi adalah
sesuatu yang rigid atau kaku sementara benua-benua berada pada
kedudukannya yang tetap tidak berpindah-pindah. Setelah ditemukannya
benua Amerika dan dilakukan pemetaan pantai di Amerika dan Eropa
ternyata terdapat kesesuaian morfologi dari pantai-pantai yang
dipisahkan oleh Samudera Atlantik (Gambar 1). Hal ini menjadi titik
tolak dari konsep-konsep yang menerangkan bahwa benua-benua tidak tetap
akan tetapi selalu bergerak. Konsep-konsep ini dibagi menjadi tiga
menurut perkembangannya (van Krevelen, 1993):
Gambar 1.
1. Konsep yang menerangkan bahwa terpisahnya benua disebabkan oleh
peristiwa yang katastrofik dalam sejarah bumi. Konsep ini dikemukakan
oleh Owen dan Snider pada tahun 1857.
2. Konsep apungan benua atau continental drift yang mengemukakan
bahwa benua-benua bergerak secara lambat melalui dasar samudera,
dikemukakan oleh Alfred Wegener (1912). Akan tetapi teori ini tidak bisa
menerangkan adanya dua sabuk gunung api di bumi.
3. Konsep paling mutakhir yang dianut oleh para ilmuwan sekarang
yaitu Teori Tektonik Lempeng. Teori ini lahir pada tahun 1960+. Tektonik
Lempeng ini dipicu oleh adanya Pemekaran Tengah Samudera (Sea Floor
Spreading) dan bermula di Pematang Tengah Samudera (Mid Oceanic Ridge :
MOR) yang diajukan oleh Hess (1962).
Pada awalnya ada dua benua besar di bumi ini yaitu Laurasia dan
Gondwana kemudian kedua benua ini bersatu sehingga hanya ada satu benua
besar (supercontinent) yang disebut Pangaea dan satu samudera luas atau
yang disebut Panthalassa (270 jt th yll) (Gambar 2). Dari supercontinent
ini kemudian terpecah lagi menjadi Gondwana dan Laurasia (150 jt th
yll) dan akhirnya terbagi-bagi menjadi lima benua seperti yang dikenal
dan ditempati oleh manusia sekarang.
Gambar 2.
Terpecah-pecahnya benua ini menghasilkan dua sabuk gunung api yaitu
Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediteranean yang keduanya melewati Indonesia.
Mekanisme penyebab terpecahnya benua ini bisa diterangkan oleh Teori
Tektonik Lempeng sebagai berikut :
1. Penyebab dari pergerakan benua-benua dimulai oleh adanya arus
konveksi (convection current) dari mantle (lapisan di bawah kulit bumi
yang berupa lelehan) (Gambar 3). Arah arus ini tidak teratur, bisa
dibayangkan seperti pergerakan udara/awan atau pergerakan dari air yang
direbus (Gambar 4). Terjadinya arus konveksi terutama disebabkan oleh
aktivitas radioaktif yang menimbulkan panas.
Gambar 3.
Gambar 4.
2. Dalam kondisi tertentu dua arah arus yang saling bertemu bisa
menghasilkan arus interferensi yang arahnya ke atas. Arus interferensi
ini akan menembus kulit bumi yang berada di atasnya. Magma yang menembus
ke atas karena adanya arus konveksi ini akan membentuk gugusan
pegunungan yang sangat panjang dan bercabang-cabang di bawah permukaan
laut yang dapat diikuti sepanjang samudera-samudera yang saling
berhubungan di muka bumi. Lajur pegunungan yang berbentuk linear ini
disebut dengan MOR (Mid Oceanic Ridge atau Pematang Tengah Samudera) dan
merupakan tempat keluarnya material dari mantle ke dasar samudera
(Gambar 5). MOR mempunyai ketinggian melebihi 3000 m dari dasar laut dan
lebarnya lebih dari 2000 km, atau melebihi ukuran Pegunungan Alpen dan
Himalaya yang letaknya di daerah benua. MOR Atlantik (misalnya)
membentang dengan arah utara-selatan dari lautan Arktik melalui poros
tengah samudera Atlantik ke sebelah barat Benua Afrika dan melingkari
benua itu di selatannya menerus ke arah timur ke Samudera Hindia lalu di
selatan Benua Australia dan sampai di Samudera Pasifik. Jadi keberadaan
MOR mengelilingi seluruh dunia (Gambar 6).
Gambar 5.
Gambar 6.
3. Kerak (kulit) samudera yang baru, terbentuk di pematang-pematang
ini karena aliran material dari mantle. Batuan dasar samudera yang baru
terbentuk itu lalu menyebar ke arah kedua sisi dari MOR karena desakan
dari magma mantle yang terus-menerus dan juga ‘hanyut’ oleh arus mantle.
Lambat laun kerak samudera yang terbentuk di pematang itu akan bergerak
terus menjauh dari daerah poros pematang dan ‘mengarungi’ samudera.
Gejala ini disebut dengan Pemekaran Lantai Samudera (Sea Floor
Spreading) (Gambar 7).
Gambar 7.
4. Keberadaan busur kepulauan dan juga busur gunung api serta palung
Samudera yang memanjang di tepi-tepi benua merupakan fenomena yang dapat
dijelaskan oleh Teori Tektonik Lempeng yaitu dengan adanya proses
penunjaman (subduksi) (Gambar 8). Oleh karena peristiwa Sea Floor
Spreading maka kerak samudera akan bertemu dengan kerak benua sehingga
kerak samudera yang mempunyai densitas lebih besar akan menunjam ke arah
bawah kerak benua. Dengan adanya zona penunjaman ini maka akan
terbentuk palung pada sepanjang tepi paparan, dan juga akan terbentuk
kepulauan sepanjang paparan benua oleh karena proses pengangkatan. Kerak
samudera yang menunjam ke bawah ini akan kembali ke mantle dan sebagian
mengalami mixing dengan kerak benua membentuk larutan silikat pijar
atau magma. (Proses mixing terjadi pada kerak benua sampai 30 km di
bawah permukaan bumi). Karena sea floor spreading terus berlangsung maka
jumlah magma hasil mixing yang terbentuk akan semakin besar sehingga
akan menerobos batuan-batuan di atasnya sampai akhirnya muncul ke
permukaan bumi membentuk deretan gunung api.
Gambar 8.
Kondisi Geologi Dinamis Indonesia
Kepulauan Indonesia terbentuk karena proses pengangkatan sebagai
akibat dari penunjaman (subduksi). Lempeng (kerak) yang saling
berinteraksi adalah Kerak Samudera Pasifik dan Hindia yang bergerak
sekitar 2-5 cm per tahun terhadap Kerak Benua Eurasia dan Filipina
(Gambar 9). Jadi Indonesia merupakan tempat pertemuan 4 lempeng besar
sehingga Indonesia merupakan daerah yang memiliki aktivitas kegempaan
yang tertinggi di dunia. Terdapat dua sabuk gunung api yang melewati
Indonesia yaitu Sirkum Mediteranean sebagai akibat penunjaman Kerak
Samudera Hindia ke dalam Kerak Benua Eurasia, dan Sirkum Pasifik sebagai
akibat penunjaman Kerak Samudera Pasifik ke dalam Kerak Benua
Eurasia/Filipina (Gambar 6).
Gambar 9.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa gunung api selalu
bergerak (dalam skala waktu geologi) mengikuti pergerakan benua-benua
karena adanya dinamisme mantle bumi (arus konveksi).
—
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 27:88)
Sumber gambar:
http://pubs.usgs.gov/publications/text/topomap.html
http://pubs.usgs.gov/publications/text/Vigil.html
http://library.thinkquest.org/17457/platetectonics/4.php